Sunday 27 December 2015

Dahsyatnya Kata "Bismillah"

Dengan satu kata "Bismillah" aktifitas setiap hamba akan menjadi luar biasa. Setiap detik dari aktifitas tersebut bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Sang pemberi keberkahan.



Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA

Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”.

Dalam keseharian kita tentunya selalu melakukan kegiatan dan aktivitas, tanpa kegiatan dan aktivitas kehidupan kita akan hampa, hambar dan tidak produktif. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dimana saja, di rumah, di kantor, di jalan, di warung, di pasar, di sekolah dan ditempat-tempat lainnya. Dan –bagi orang beriman- kegiatan atau aktivitas adalah sarana menebar kebajikan, baik kata maupun perbuatan selalu memberikan kebaikan pada dirinya dan orang lain. Bukankah Rasulullah saw mengumpamakan jati diri seorang muslim seperti seekor lebah. Makanan yang dimakan adalah baik dan yang dikeluarkan pun baik, lebah hinggap atau tinggal tidak pernah merusak yang lainnya.

Namun kadangkala kebanyakan dari kita tidak sadar memulai segala aktivitas atau kegiatan tanpa mengucapkan membaca kalimat bismillah, padahal diterima atau tidak amal perbuatan seseorang bergantung pada kalimat tersebut.

Ketika bangun tidur sudahkah kita mengucapkan alhamdulillah dan memulai aktivitas hari itu dengan bismillah?

Ketika akan mandi, berpakaian, sarapan pagi sudahkah kita memulainya dengan bismillah?

Ketika akan berangkat ke kantor, keluar dari rumah, naik kendaraan sudahkah kita memulainya dengan bismillah?

Ketika di kantor, sudahkah ketika kita masuk ruangan kantor, menyalakan komputer, membuka berkas atau file, membuka rapat, menulis, membaca memulainya dengan bismillah?

Begitu banyak lagi aktivitas yang kita lakukan dalam keseharian kita, namun sudahkan kita memulainya dengan bismillah??

Kadang kita menganggap hal tersebut adalah sepele, padahal di sisi Allah merupakan kebaikan yang bernilai besar, diberkahi atau tidaknya perbuatan dan aktivitas seseorang tergantung pada saat memulainya.

Sebenarnya apa sih keistimewaan dari bismillah sehingga Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan kepada kita untuk memulai segala aktivitas, perbuatan dan kegiatan dengan membaca bismillah?

Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa “bismillah merupakan inti kandungan ajaran Islam” karena di situ ada unsur keyakinan terhadap Allah yang telah memberikan kekuatan sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas yang diinginkan, pangakuan akan ketidakberdayaan seseorang di hadapan Allah Taala. “La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah). Apalagi kalau bacaannya kita sempurnakan dengan kata bismillahirrahmanirrahim maka kita telah meyakini akan kebesaran Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia, kasih sayang dan rahimnya kepada seluruh makhluk-Nya.

Jika kita runut secara bahasa, maka akan kita dapatkan keagungan kalimat bismillahirrahmanirrahim. kata Bismillah misalnya merupakan tiga rangkaian kata yang mengandung arti yang agung yaitu Ba (bi), Ism, dan Allah.

1. Huruf ba yang dibaca bi di sini mengandung dua arti:
Pertama: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” menyimpan satu kata yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas dalam benak ketika mengucapkan basmalah, yaitu memulai. Sehingga bismillah berarti “saya atau kami memulai dengan nama Allah”. Dengan demikian kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap. Atau dapat juga diartikan sebagai perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah), “Mulailah dengan nama Allah!”.

Kedua: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” itu, dikaitkan dalam benak dengan kata “kekuasaan dan pertolongan”. Pengucap basmalah seakan-akan berkata, “dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana”. Pengucapnya seharusnya sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya tetapi pada saat yang sama –setelah menghayati arti basmalah ini – ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya dan bermohon bantuan Allah Yang Maha Kuasa itu.

2. Kata Ism setelah huruf bi terambil dari kata as-sumuw yang berarti tinggi dan mulia atau dari kata as-simah yang berarti yang berarti tanda. Kata ini biasa diterjemahkan dengan nama. Nama disebut ism, karena ia seharusnya dijunjung tinggi atau karena ia menjadi tanda bagi sesuatu.

Syaikh Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan dengan penyebutan nama di sini berarti dirinya memulai pekerjaan dengan nama Allah dan atas perintahnya bukan atas dorongan hawa nafsu belaka.

Penyebutan nama Allah diharapkan pekerjaan itu menjadi kekal disisi Allah. Di sini bukannya Allah yang nama-Nya disebut itu yang kita harapkan menjadi kekal karena Dia justru Maha Kekal. Namun yang kita harapkan adalah agar pekerjaan yang kita lakukan itu serta ganjarannya menjadi kekal sampai hari kemudian. Banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang tetapi tidak mempunyai bekas apa-apa terhadap dirinya atau masyarakatnya, apalagi berbekas dan ditemui ganjarannya di hari kemudian. Demikianlah Allah mentamsilkan perbuatan orang-orang yang kafir yang tidak dibarengi dengan keikhlasan kepada Allah, “Dan Kami hadapi hasil-hasil karya mereka (yang baik-baik itu), kemudian Kami jadikan ia (bagaikan) debu yang beterbangan (sia-sia belaka). (QS 25: 23)

3. kata Allah, berakar dari kata walaha yang berarti mengherankan atau menakjubkan. Jadi Tuhan dinamai Allah karena segala perbuatan-Nya menakjubkan dan mengherankan. Karena itu terdapat petunjuk yang menyatakan, “Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya”.

Sementara itu sebagian ulama mengungkapkan bahwa kata Allah terambil dari kata aliha – ya’lahu yang berarti menuju dan bermohon. Tuhan dinamai Allah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka, atau juga berarti menyembah dan mengabdi, sehingga lafazh Allah berarti “Zat yang berhak disembah dan kepada-Nya tertuju segala pengabdian”.

Syaikh Mutawalli Sya’rawi, seorang guru besar pada universitas Al-Azhar, ulama kontemporer dan pakar bahasa menyebutkan dalam tafsirnya tentang keistimewaan lafadz Allah ; “Lafadz Allah selalu ada dalam diri manusia, walaupun ia mengingkari wujud-Nya dengan ucapan atau perbuatannya. Kata ini selalu menunjuk kepada Dia yang diharapkan bantuan-Nya itu. Perhaitkanlah kata Allah. Bila huruf pertamanya dihapus, maka ia akan terbaca Lillah yang artinya “demi/karena Allah”. Bila satu huruf berikutnya dihapus, akan terbaca lahu, yang artinya untuk-Nya. Bila huruf berikutnya dihapus, maka ia akan tertulis huruf ha yang dapat dibaca hu (huwa) yang artinya Dia”.

Apabila anda berkata Allah maka akan terlintas atau seyogianya terlintas dalam benak Anda segala sifat kesempurnaan. Dia Mahakuat, mahabijaksana, Mahakaya, Maha Berkreasi, Mahaindah, Mahasuci dan sebagainya. Seseorang yang mempercayai Tuhan, pasti meyakini bahwa Tuhannya Mahasempurna dalam segala hal, serta Mahasuci dari segala kekurangan.

Sifat-sifat Tuhan yang diperkenalkan cukup banyak. Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa sifat (nama-nama) Tuhan berjumlah sembilan puluh sembilan nama (sifat).
Demikian banyak sifat (nama) Tuhan, namun yang terpilih dalam basmalah hanya dua sifat, yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang keduanya terambil dari akar kata yang sama. Agaknya sifat ini dipilih, karena sifat itulah yang paling dominan. Dalam hal ini Allah dalam Al-Quran menegaskan “Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu”. (QS 7: 156). Sebuah hadits Qudsi menyebutkan bahwa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya.

Kedua kata tersebut, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, berakar dari kata Rahm yang juga telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, yang berarti peranakan atau kandungan. Apabila disebut kata Rahim, maka yang terlintas di dalam benak adalah ibu dan anak, dan ketika dapat terbayang betapa besar kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya. Tetapi, jangan disimpulkan bahwa sifat Rahmat Tuhan sepadan dengan sifat rahmat ibu.

Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mendekatkan gambaran besarnya rahmat Tuhan: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisi-Nya sembilan puluh sembilan dan diturunkan-Nya ke bumi itu satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk. (begitu ratanya sampai-sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya karena dorongan kasih saying, khawatir jangan sampai menginjak anaknya”. (HR. Muslim)

Dalam ungkapan lainnya disebutkan bahwa kata Rahman adalah merupakan sifat kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya. Bukankah kita –dengan kasih sayang-Nya- telah diberikan kehidupan, diberikan kemudahan menghirup udara, kemudahan berjalan, berlari dan melakukan segala aktivitasnya, walaupun sangat sedikit dari kita mau merenungkan apalagi mensyukuri segala nikmat tersebut? Allah senantiasa memberikan kasih sayang-Nya kepada manusia sekalipun mereka ingkar kepada-Nya.

Sementara itu kara Rahim diberikan secara khusus oleh Allah kelak nanti dialam akhirat yaitu hanya bagi mereka yang beriman dan mensyukuri segala kenikmatan yang telah dianugrahkan kepada mereka. Kasih sayang-Nya secara khusus diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mengabdikan dirinya kepada Allah dan yakin bahwa semua kenikmatan adalah bersumber dari Allah. Bahkan yakin bahwa segala amal ibadahnya, perbuatan baiknya tidak akan menjamin akan dirinya masuk ke surga-Nya kecuali karena Rahmat-Nya.

Suatu kali Rasulullah saw berpesan kepada para sahabatnya, “Bersegeralah kalian berbuat baik dan perkuatlah hubungan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa amal kalian tidak menjamin kalian masuk surga. Sambil terheran para sahabat bertanya, “Termasuk Engkau wahai Rasulullah”? Rasulullah saw menjawab, “Betul, termasuk saya..kecuali jika Allah menganugrahkan rahmat-Nya dan karunia-Nya kepadaku”. Wallahu a’lam.

Dakwatuna.com

Hidup Di Bawah Naungan Al Quran: Kunci Kebahagiaan Hidup

Mentadabburi Al-Quran merupakan kewajiban dan berinteraksi dengannya merupakan sesuatu keharusan sedangkan hidup di bawah naungannya merupakan kenikmatan yang tidak dapat dimiliki kecuali orang yang dapat merasakannya, kenikmatan yang memberikan keberkahan hidup, mengangkat dan mensucikannya… hal ini tidak akan dirasakan kecuali bagi siapa yang benar-benar hidup di bawah naungannya, merasakan berbagai kenikmatan yang bisa dirasakan, mengambil dari apa yang dapat diraih; kelembutan, kebahagiaan, ketenangan, ketenteraman, kenyamanan dan kelapangan. (lihat mukadimah penerbit dari Fi Zhilalil Quran dan Biodata Sayyid Quthub pada surat Al-A’raf)


Di sini kami ingin memberikan kepada pembaca yang budiman ungkapan-ungkapan yang baik dan bermutu tentang pengalaman nyata yang dilalui dan dirasakan oleh seorang pemikir muslim kontemporer Asy-Syahid Sayyid Quthub yang direkam dalam kitabnya Fi Zhilal Al-Quran, kami akan meringkas ungkapan-ungkapan tersebut sesuai dengan kebutuhan zaman dan dapat memberikan penerangan bagi para pembaca jalan yang benar dalam rangka mentadabburi Al-Quran dan memahaminya, menelaah teori yang benar dalam berinteraksi dengan Al-Quran, hidup di bawah naungannya.

Teori ini harus diketahui oleh kaum muslimin, agar mereka dapat memahami kunci pergerakan guna membuka rahasia-rahasia pergerakan Al-Quran yang sangat berharga. Seruan yang selalu dikumandangkan oleh ustadz Sayyid Quthub, dengan teori yang baru; memahami, mentadabburi dan menafsirkan Al-Quran, yaitu teori “Tafsir Pergerakan” yang oleh Ustadz Sayyid Quthub dianggap sebagai puncak yang memberikan penjelasan hingga perkara yang mendasar, peletak madrasah “tafsir pergerakan” yang menjadikan Al-Quran hidup dengan nyata dan memberi pengaruh positif bagi kaum muslimin kontemporer.

Allah telah menganugerahkan kepadanya kunci yang fundamental “kunci pergerakan” yang dapat membuka rahasia-rahasia Al-Quran, yang ingin dihadirkan dalam kitabnya Fi Zhilal Al-Quran… (Lihat “Al-Manhaj Al-Haraki Fi Ad-Zhilal”).

Sesungguhnya masalah –dalam memahami petunjuk-petunjuk Al-Quran dan sentuhan-sentuhannya- bukanlah terletak pada pemahaman lafazh dan kalimat-kalimatnya, bukan pada “ tafsir Al-Quran – sebagaimana yang kita sangka !- masalahnya bukanlah demikian…namun kesiapan jiwa dengan menghadirkan perasaan, indra dan pengalaman : persis seperti kesiapan perasaan, indra dan pengalaman saat diturunkannya Al-Quran, yang selalu menyertai kehidupan jamaah muslimah yang selalu bergelut dalam peperangan…bergelut dalam jihad, jihadun nafs –jihad melawan hawa nafsu- jihadun nas –jihad melawan manusia-…jihad melawan nafsu angkara dan jihad melawan musuh…usaha dan pengorbanan, takut dan harap, kuat dan lemah, jatuh dan bangkit…lingkungan Mekah, Dakwah yang berkembang, minoritas dan lemah, asing di tengah-tengah manusia..lingkungan yang terkucil dan terkepung, lapar dan khawatir, tertekan dan terusir, dan ter embargo –terputus- kecuali hanya mengharap dari Allah…

Kemudian lingkungan Madinah : lingkungan pergerakan pertama bagi masyarakat muslim antara tipu daya, kemunafikan, disiplin dan kebebasan…suasana perang Badar, Uhud, Khandak, dan perjanjian Hudaibiyah…Suasana “Al-Fatah” kemenangan, perang Hunain, Tabuk, dan suasana pertumbuhan umat Islam, perkembangan sistem kemasyarakatan, persatuan yang hidup antara perasaan, kemaslahatan dan prinsip dalam memuliakan pergerakan dan dalam naungan sistem.

Dalam suasana seperti itu saat diturunkan di dalamnya ayat-ayat Al-Quran memberi kehidupan yang baik dan faktual…kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, petunjuk-petunjuk dan sentuhan-sentuhannya…dalam suasana seperti ini yang menyertai awal usaha pelaksanaan kehidupan Islam yang baru, Al-Quran dengan kandungannya membukakan hati, memberikan rahasia-rahasianya, menyebarkan keharuman, dan membimbing kepada petunjuk dan cahaya…” (Khasais At-Tashawur Al-Islami : 7-8)

Dari paragraf di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pokok utama yang harus kita jadikan petunjuk dalam menafsirkan Al-Quran adalah sebagai berikut :

Membekali diri dengan persiapan perasaan, pengetahuan –indra- dan pengalaman yang selalu menyertainya saat ingin memahami nash-nash Al-Quran dan merasakan sentuhan-sentuhannya.
Memfokuskan diri –dengan khayalan, perasaan dan inderanya- pada suasana dan lingkungan saat diturunkannya Al-Quran, baik di Mekah dan di Madinah, agar dapat menemukan jejak dan pengaruh Al-Quran di sana.

Memperhatikan sikap para sahabat –lingkungan Mekah dan Madinah- dengan Al-Quran dan interaksi mereka serta kehidupan mereka bersama Al-Quran.

Meneliti beberapa tujuan utama Al-Quran, metode aktual pergerakan yang di celup kan terhadap kehidupan umat Islam, serta diturunkannya Al-Quran secara realita dan sungguh-sungguh, sadar dan giat.

Mengamalkannya dalam praktek jihad, dan menerapkannya dalam kehidupan dakwah –seperti –dalam sebagian fenomena- penerapan yang dilakukan oleh para sahabat –khususnya pada periode “Mekah” dan pergerakan teoritis jihad dengan Al-Quran, menyibukkan diri, perasaan dan anggota tubuh dengan kesibukan dan perhatiannya, kegalauan perasaan dan siksaan yang mereka terima…menerima –dari itu- Al-Quran agar di dapati darinya jawaban yang nyata dan obat penyembuh
Jika kita pindahkan perhatian kepada “Fi Zhilal Al-Quran” untuk membahas ungkapan-ungkapan yang menjelaskan teori pergerakan dalam mentadabburi dan menafsirkan Al-Quran maka kita akan mendapatkan banyak sekali faedahnya.

Ustadz Sayyid Quthub menyeru kepada kita untuk hidup di bawah naungan Al-Quran –sebagaimana ia hidup di dalamnya- untuk menemukan rahasia, tabiat dan kunci-kuncinya…”Hidup di bawah naungan Al-Quran” bukan berarti mempelajari Al-Quran dan membacanya serta menelaah ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya..ini berarti bukan yang kami maksud..yang kami maksud adalah hidup di bawah naungan Al-Quran : manusia di bawah naungan, dalam suasana, dalam bergerak, saat lelah, saat bertarung, dan saat sedih…seperti yang terjadi pada masa awal turunnya Al-Quran…hidup dengannya dalam menghadapi kejahiliyahan yang menggejala di permukaan bumi saat ini; Dalam hati, niat dan gerak, dalam jiwanya selalu bergerak ruh Islam, dalam jiwa umat manusia, dalam kehidupannya dan kehidupan manusia juga…sekali lagi dalam menghadapi kejahiliyahan, dengan seluruh fenomena-fenomenanya, tindak-tanduknya dan adat istiadat nya, seluruh gerakannya, dan seluruh tekanan yang dilancarkan, perang dengannya berusaha membangkitkan aqidah rabbaniyah, sistem rabbani, dan segala aplikasi harus sesuai dengan manhaj –sistem dan aqidah ini setelah melakukan usaha, jihad dan perlawanan…

Inilah lingkungan Al-Quran yang mungkin manusia bisa hidup di dalamnya, merasakan kenikmatan Al-Quran, karena dengan lingkungan demikian Al-Quran turun, sebagaimana dalam lingkungan begitu pula Al-Quran diamalkan…bagi siapa yang tidak mau menjalani kehidupan seperti itu akan terkucil dari Al-Quran, walaupun mereka tenggelam dalam mempelajari, membaca dan menelaah ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya…

Usaha yang mesti kita korbankan untuk membangun jembatan antara orang-orang yang Mukhlish dan Al-Quran bukan tujuan kecuali setelah melintasi jembatan tersebut hingga sampai pada satu tempat lain dan berusaha menghidupkan lingkungan Al-Quran secara baik, dengan amal dan pergerakan, hingga pada saatnya mereka akan merasakan inilah Al-Quran, menikmati kenikmatan yang telah Allah anugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki… (Fi Zhilal Al-Quran : 2 : 1016-1017)
Dan menunjukkan kepada kita cara yang baik dalam membaca, mentadabburi, dan mendapatkan rahasia-rahasia dan inti dari Al-Quran, beliau berkata : “Sesungguhnya Al-Quran harus dibaca, para generasi umat Islam hendaknya menelaah nya dengan penuh kesadaran. Harus ditadabburi bahwasanya Al-Quran memiliki arahan-arahan yang hidup, selalu diturunkan hingga hari ini guna memberikan solusi pada masalah yang terjadi saat ini dan menyinari jalan menuju masa depan yang gemilang. Bukan hanya sekadar ayat dibaca dengan merdu dan indah, atau sekadar dokumentasi akan hakikat peristiwa yang terjadi di masa lampau.
Kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari Al-Quran ini sampai kita mendapatkan darinya arahan-arahan tentang kehidupan realita kita pada saat ini dan mendatang, sebagaimana yang telah didapati oleh para generasi Islam pertama saat mereka mengambil dan mengamalkan arahan-arahan dan petunjuk-petunjuk Al-Quran dalam kehidupan mereka…saat kita membaca Al-Quran dengan penuh penghayatan maka kita akan dapati apa yang kita inginkan. Kita akan dapati keajaiban yang tidak terbetik dalam jiwa kita yang pelupa ! kita akan dapati juga kalimat-kalimatnya, ungkapan-ungkapannya, dan petunjuk-petunjuknya yang hidup, mengalir dan bergerak serta mengarahkan pada petunjuk jalan…” (Ad-Zhilal : 1 : 61)

Disebutkan –dalam pembukaan surat Ali Imran sebagai surat peperangan dan pergerakan- tentang kenikmatan hidup dengan Al-Quran dan syarat-syarat untuk mencapai dan mendapatkannya…akan tampak di sana kerugian yang mendalam antara kita dan Al-Quran jika kita berusaha mengamalkannya secara baik, menghadirkan dalam persepsi kita bahwa Al-Quran ini diberikan kepada umat yang giat dan punya semangat hidup, memiliki eksistensi diri, menghadapi berbagai peristiwa-peristiwa yang menimpa dalam kehidupan umat ini.

Akan tampak di sana dinding pemisah yang sangat tinggi antara hati dan Al-Quran, selama kita membacanya atau mendengarnya seakan ia hanya sekadar bacaan ibadah saja tidak memiliki hubungan dengan realita kehidupan manusia saat ini…

Mukjizat Al-Quran yang mengagumkan meliputi saat dia diturunkan guna menghadapi realita tertentu dan umat tertentu, pada masa dari masa-masa sejarah yang tertentu, khususnya umat ini yang berada dalam menghadapi perang yang sangat besar yang berusaha mengubah sejarah ini dan sejarah umat manusia seluruhnya. Namun –bersamaan dengan ini- Al-Quran diperlakukan, dihadirkan dan dimiliki untuk menghadapi kehidupan modern seakan-akan dia diturunkan untuk menanggulangi jamaah Islam pada masalah yang sedang berlangsung, seperti peperangan yang terjadi pada jahiliyah.
Agar kita dapat meraih kekuatan yang dimiliki Al-Quran, mendapatkan hakikat yang terdapat di dalamnya dari kehidupan yang menyeluruh, meraih petunjuk yang tersimpan untuk jamaah muslimah pada setiap generasi…maka selayaknya kita harus menghadirkan persepsi kita seperti generasi Islam pertama yang diturunkan kepada mereka Al-Quran pertama kali sehingga mereka bergerak dalam realita kehidupan mereka.

Dengan teori ini kita akan dapat melihat kehidupan yang bergerak di tengah kehidupan generasi Islam pertama. Begitu pun hidup di tengah kehidupan kita saat ini, kita merasakan bahwa Al-Quran akan selalu bersama kita saat ini dan nanti –masa mendatang-, Al-Quran bukan hanya sekadar bacaan saja yang jauh dari kehidupan nyata yang terbatas…” (Ad-Zhilal : 1 : 348-349 –ringkasan)
Dalam berinteraksi bersama Al-Quran dan memahami nash-nash nya juga menunjukkan perkataan beliau : “Bahwa nash-nash Al-Quran tidak akan dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman dari petunjuk-petunjuk bayan dan bahasa saja…namun yang pertama dan sebelum yang lainnya adalah dengan merasakan kehidupan dalam suasana sejarah pergerakan, dalam realita positif dan menghubungkannya dengan realita kehidupan nyata. Al-Quran tidak akan terbuka rahasianya melalui pandangan yang sangat jauh ini kecuali dalam wujud persesuaian realita sejarah…hingga akan tampak sentuhan-sentuhannya yang lestari, objektivitas yang terus menerus, namun bagi siapa yang bergerak dengan ajaran agama saja, bergelut dengannya seperti yang dilakukan ketika pertama kali ayat diturunkan pertama kali, menghadapi suasana dan keadaan seperti yang mereka hadapi. Dan tidak bisa diungkap rahasia Al-Quran dari “Al-Qoidun” orang-orang yang malas, hanya duduk-duduk tanpa usaha, yaitu mereka yang hanya membahas nash-nash Al-Quran dari segi bahasa dan bayan saja…merekalah yang disebut “al-Qoidun’. (Ad-Zhilal : 3 : 1453- Ringkasan)

Sesungguhnya Al-Quran memiliki tabiat pergerakan dan misi yang nyata, hidup dan bergerak, dari sini berarti Al-Quran tidak akan bisa dirasakan dan diperlakukan dengan baik kecuali bagi siapa yang bergerak secara benar dan pasti dalam realita…beliau berkata : “sesungguhnya Al-Quran tidak bisa dirasakan kecuali yang turun dan bergelut dalam kancah peperangan ini, bergerak seperti yang terjadi sebelumnya saat pertama kali diturunkan Al-Quran. Mereka yang tidak mendapatkan nilai-nilai dan petunjuk-petunjuk Al-Quran adalah “Qoidun” –malas-. Mempelajari Al-Quran dari segi bayan atau sekadar seni yang tidak dapat memiliki hakikat kebenaran sedikit pun dari hanya sekadar duduk, diam dan tenang, jauh dari kancah pertempuran dan jauh dari pergerakan…bahwa hakikat Al-Quran ini selamanya tidak akan dapat direngkuh oleh orang yang malas, bahwa rahasia yang terkandung di dalamnya tidak akan muncul bagi siapa yang terpengaruh dengan ketenteraman dan ketenangan beribadah kepada selain Allah, beragama untuk thagut selain Allah…(Ad-Zhilal : 4 : 1864)
pengertian di atas dikuatkan dengan pernyataan lainnya : “Demikianlah Al-Quran akan terus bergerak pada hari ini dan esok –masa mendatang- dalam memunculkan kebangkitan Islam, menggerakkannya dalam jalan dakwah yang terprogram”.

Gerakan ini tentunya butuh kepada Al-Quran yang memberikan ilham dan wahyu. Ilham dalam manhaj gerakan, konsep dan langkah-langkah, sedangkan wahyu mengarahkan konsep dan langkah tersebut jika dibutuhkan, dan memberi kekuatan bathin terhadap apa yang akan dihadapi di penghujung jalan.

Al-Quran –dalam persepsi ini- tidak hanya sekadar ayat-ayat yang dibaca untuk meminta berkah, namun di dalamnya berlimpah kehidupan yang selalu turun atas jamaah muslimah yang bergerak bersamanya, mengikuti arahan-arahannya, dan mengharap ganjaran dan janji Allah SWT.
Inilah yang kami maksud bahwa Al-Quran tidak akan terbuka rahasia-rahasianya kecuali bagi golongan muslim yang berinteraksi dengannya untuk merealisasikan petunjuk-petunjuknya di alam realita, bukan bagi mereka yang hanya sekadar membacanya untuk meminta berkah ! bukan bagi mereka yang membacanya hanya untuk belajar seni dan keilmuan, dan juga bukan bagi mereka yang hanya mempelajari dan membahas dalam bidang bayan saja !

Mereka semua sama sekali tidak akan mendapatkan dari Al-Quran sesuatu apapun, karena Al-Quran tidak diturunkan bukan untuk sekadar dipelajari dan dijadikan mata pelajaran namun sebagai pelajaran pergerakan dan taujih –pemberi petunjuk-..” (Fi Zhilal Al-Quran 4 : 1948)
Kita cukupkan cukilan yang memberikan wawasan untuk kita yang bersumber dari kitab Ad-Zhilal, bersegera memperbaiki pemahaman Al-Quran dan mentadabburinya, berinteraksi dengannya seputar teori pergerakan, menggunakan kunci-kunci yang memberi petunjuk dalam berinteraksi dan bertadabbur…karena yang demikian yang sesuai dengan tabiat dasar Al-Quran, karakteristiknya yang unik, ketahuilah yang demikian adalah “Realita pergerakan” sebagai kunci dalam berinteraksi dengan Al-Kitab yang mengagumkan dan mukjizat…

Kita tutup cukilan dengan paragraph yang ditulis oleh Sayyid Quthub, yang menjelaskan karakteristik dan menunjukkan kiat –kunci- teori ini, menuntun kepada system ini… di antara keistimewaannya bahwasanya yang demikian sebagai ringkasan pendapatnya, yaitu pendapat akhir sekali yang beliau tetapkan dan menjadi sebuah tonggak dan keyakinan, hakikat yang qot’i–tidak bisa ditawar-tawar lagi-…karena seperti yang beliau ungkapkan dalam pendahulunya adi surat Al-Hijr –dari cetakan yang sudah direvisi- yang ditulis sebelum dihukum mati beberapa hari –beberapa saat- !!

Beliau berkata : …”Karena itu gerakan Islam akan selalu berhadapan –yang menjadi kebutuhan dan tuntutan- setiap kali berulang masa ini (masa penghadangan dakwah Islam di Mekah antara tahun kesedihan dan Hijrah), seperti yang dihadapi gerakan Islam sekarang di era modern ini…

Kita berkeyakinan atas karakteristik Al-Quran ini …keunggulan realita pergerakan Islam…karena dalam pandangan kami hal tersebut merupakan kunci dalam berinteraksi, memahami, menguasai dengan Al-Quran dan mengetahui misi dan tujuannya.

Dan yang demikian harus disertai dengan keadaan, situasi, kondisi, kebutuhan, dan tuntutan realita amaliyah seperti saat diturunkannya dengan Al-Quran pertama kali…hal tersebut guna mengetahui arah tujuan nash dan aspek-aspek petunjuk-petunjuknya, meneropong ambisi nya yang selalu bergerak di tengah kehidupan yang berhadapan dengan realita sebagaimana makhluk hidup yang bergerak –berinteraksi dengannya atau berseberangan dengannya…pandangan ini merupakan perkara yang sangat urgen guna memahami hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran dan merasakan kenikmatan bersamanya, sebagaimana ia juga sangat penting memanfaatkan petunjuk-petunjuknya setiap kali berulang suasana dan situasi di masa sejarah yang akan datang, khususnya zaman yang sedang kita hadapi saat ini, saat kita mengawali pergerakan dakwah Islam.

Syarifuddin Mustafa, MA

Sumber: Dakwatuna.com
Sumber: http://www.akhlakquran.com/2015/10/hidup-di-bawah-naungan-al-quran-kunci.html

Inilah Salah Satu Mukjizat Al Quran Tentang Penciptaan Alam Semesta Oleh Zakir Niaik


Dr Zakir Naik memaparkan pada kita bahwa Al Quran sudah mempunyai penjelasan berkenaan penciptaan alam semesta sesuai bukti ilmiah.

Dr Zakir Naik tak cuma piawai mengemukakan bukti Islam lewat ceramah & debat. Ulama yg hafal kitab suci sekian banyak agama itu pula mahir mengatakan bukti Islam lewat tulisan.

Salah satu buku Dr Zakir Naik yg fantastis merupakan Miracles of Al Quran and As Sunnah. Lewat buku ini, tokoh yg lahir pada 18 Oktober 1965 itu menuturkan tidak sedikit keajaiban Al Quran & As Sunnah. Salah satunya, menyangkut penciptaan alam semesta.



Zakir Naik menuturkan Big Bang dalam Al Quran

Menurut para ahli astrofisika, asal mula adanya alam semesta dikenal dgn teori big bang. yaitu pada mulanya alam semesta berbentuk satu massa yg besar (nebula primer) setelah itu berlangsung big bang (ledakan pemisah sekunder) yg mengakibatkan pembentukan galaksi yg terbagi dalam planet, matahari, bln & lain sebagainya.

Teori big bang memberikan penjelasan paling komprehensif & akurat menyangkut penciptaan alam semesta. Big bang pun didukung oleh metode ilmiah beserta observasi yg dilakukan oleh para astronom & astrofisika selama beberapa dekade.

Yg luar biasa, nyata-nyatanya teori big bang sudah dijelaskan dalam Al Quran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan apakah orang-orang kafir tak mengetahui bahwa langit & bumi keduanya dulu menyatu, setelah itu Kami pisahkan antara keduanya. & Kami jadikan segala sesuatu yg hidup berasal dari air. sehingga kenapa mereka tak juga beriman?” (QS. Al Anbiya’ : 30)

“Kesesuaian yg harmoni antara Al Quran & teori Big Bang ialah satu buah aspek yg tak bisa dielakkan,” kata Dr Zakir Naik memaparkan keterkaitan ayat ini dgn teori big bang, “Sungguh fantastis! Bagaimanakah mungkin suatu kitab yg muncul di padang pasir Arab 1.400 thn silam mengandung kenyataan ilmiah yg mendalam.”

Zakir Naik memaparkan alam semesta yg mengembang

Pada th 1925, Edwin Hubble mempersembahkan fakta pengamatannya bahwa seluruhnya galaksi bergerak saling menjauhi satu sama lain. Temuan astronom Amerika Serikat bahwa alam semesta mengembang itu sekaligus menegaskan kenyataan teori big bang.

Teori big bang menyebut bahwa dulunya alam semesta yakni massa besar & setelah itu terpisah oleh satu buah ledakan besar. Konsekuensi dari teori ini, selayaknya galaksi-galaksi bergerak saling menjauhi. Itulah yg kemudian ditemukan oleh Edwin Hubble.

Al Quran berkata menyangkut perihal ini :

“Dan langit itu Kami bangun bersama tangan (Kami) & sesungguhnya Kami memang melakukannya” (QS. Adz Dzariyat : 47)

“Kata musi’un dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan memperluas & ini mengacu kepada penciptaan & perluasan alam semesta,” tulis Zakir Naik menerangkan ayat ini.

“Stephen Hawking dalam bukunya A Brief History of Time menyebut bahwa penemuan kebenaran ilmiah alam semesta selalu berkembang yaitu suatu revolusi intelektual abad ke-20. Al Quran menyebut kenyataan ilmiah ini jauh sebelum manusia mempelajari menciptakan sebuah teleskop. orang-orang mungkin saja mengemukakan bahwa penemuan bukti astronomi dalam Al Quran bukanlah sesuatu yg mengherankan dikarenakan orang Arab dikenal maju dalam bagian astronomi. Pernyatan mereka seandainya orang Arab top dalam astronomi memang lah benar, namun Al Quran mengungkapkan bukti ilmiah ini berabad-abad sebelum orang Arab unggul dalam astronomi.”

Masya Allah… teori big bang & teori alam semesta berkembang yakni bukti ilmiah yg baru ditemukan pada abad ke-20. Tapi Al Quran sudah mengungkapkannya berabad-abad sebelumnya. [Muchlisin/Bersamadakwah]

Sumber: http://bersamadakwah.net/zakir-naik-mukjizat-quran-tentang-penciptaan-alam-semesta/
http://www.akhlakquran.com/2015/12/inilah-salah-satu-mukjizat-al-quran.html

Cerita ini nyata. berlangsung di era Hajjaj bin Yusuf. Dituturkan oleh Ustadz Zulfi Akmal dalam Saat Kisah menjelaskan Hikmahnya, tersebutlah satu orang istri yg menyelamatkan suami & anaknya dari hukuman mati sebab kecerdasannya. Tiga orang ditangkap. Kasusnya sama. Raja Hajjaj bin Yusuf menjatuhkan hukuman mati pada ketiganya. Dalam penangkapan yg sama, didapatilah satu orang perempuan dengan ke3 pelaku. Hajjaj bin Yusuf bertanya terhadap si perempuan, “Siapakah ke-3 orang ini?” Pria pertama merupakan suami si perempuan, orang ke-2 ialah anaknya, & yg ke-3 sahabatnya. Suasana jadi hening dikala Hajjaj bin Yusuf memberikan penawaran terhadap si perempuan. Makin pelik lantaran jawaban atas penawaran tersebut berpengaruh bagi keselamatan salah satu di antara mereka & kematian bagi dua orang yang lain. “Jika saya memberikan peluang kepadamu utk pilih satu dari tiga orang ini utk diselamatkan, siapakah yg bakal kau pilih?” bertanya Hajjaj memberi kemurahan. Suasana mendadak hening. Nafas seakan tertahan. Seluruh tatapan tertuju terhadap si perempuan. Diam. Bahkan jantung pula terasa berakhir berdetak. “Suami akan tetap ada. Anak pun akan tetap ada.” jawab si perempuan. “Oleh sebab itu, saya pilih sahabatku buat diselamatkan.” Seluruhnya yg hadir serta terbelalak. Kaget bukan kepalang. Menurut mereka, perempuan ini teramat bodoh lantaran mengorbankan nyawa suami & anaknya demi sahabatnya. Di sudut lain, ada pun yg tanya, sehebat apakah jasa sang teman sehingga perempuan itu memilihnya utk diselamatkan. Hajjaj bin Yusuf meminta penjelasan atas pilihan si perempuan yg tidak biasa. Dgn tegas & bertenaga, perempuan ini mengemukakan argumennya. “Jika suamiku mati, dirinya tetaplah suamiku. & aku bisa dinikahi oleh pria lain yg nanti jadi suamiku atau terus menjanda. Demikian juga dgn anak. Dirinya akan terus anakku & saya berpeluang mempunyai anak dari orang lain.” “Namun,” terang si perempuan, “sahabat amatlah tidak sama. Mereka amat bermakna. Tak gampang mendapatkan sahabat yg setia.” Mendengar alasan cerdas si perempuan, Hajjaj bin Yusuf pula mengampuni ke-3 pelaku itu. Karena kecerdasan sang perempuan, suami & anaknya terbebas dari hukuman mati yg sudah di depan mata. Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah] Sumber: http://kisahikmah.com/kisah-istri-cerdas-yang-selamatkan-suami-dan-anaknya-dari-hukuman-mati/ http://www.akhlakquran.com/2015/12/kisah-nyata-seorang-istri-yang-mampu.html


Cerita ini nyata. berlangsung di era Hajjaj bin Yusuf. Dituturkan oleh Ustadz Zulfi Akmal dalam Saat Kisah menjelaskan Hikmahnya, tersebutlah satu orang istri yg menyelamatkan suami & anaknya dari hukuman mati sebab kecerdasannya.
 


Tiga orang ditangkap. Kasusnya sama. Raja Hajjaj bin Yusuf menjatuhkan hukuman mati pada ketiganya. Dalam penangkapan yg sama, didapatilah satu orang perempuan dengan ke3 pelaku. Hajjaj bin Yusuf bertanya terhadap si perempuan, “Siapakah ke-3 orang ini?”

Pria pertama merupakan suami si perempuan, orang ke-2 ialah anaknya, & yg ke-3 sahabatnya.

Suasana jadi hening dikala Hajjaj bin Yusuf memberikan penawaran terhadap si perempuan. Makin pelik lantaran jawaban atas penawaran tersebut berpengaruh bagi keselamatan salah satu di antara mereka & kematian bagi dua orang yang lain.

“Jika saya memberikan peluang kepadamu utk pilih satu dari tiga orang ini utk diselamatkan, siapakah yg bakal kau pilih?” bertanya Hajjaj memberi kemurahan.

Suasana mendadak hening. Nafas seakan tertahan. Seluruh tatapan tertuju terhadap si perempuan. Diam. Bahkan jantung pula terasa berakhir berdetak.

“Suami akan tetap ada. Anak pun akan tetap ada.” jawab si perempuan. “Oleh sebab itu, saya pilih sahabatku buat diselamatkan.”

Seluruhnya yg hadir serta terbelalak. Kaget bukan kepalang. Menurut mereka, perempuan ini teramat bodoh lantaran mengorbankan nyawa suami & anaknya demi sahabatnya. Di sudut lain, ada pun yg tanya, sehebat apakah jasa sang teman sehingga perempuan itu memilihnya utk diselamatkan.

Hajjaj bin Yusuf meminta penjelasan atas pilihan si perempuan yg tidak biasa. Dgn tegas & bertenaga, perempuan ini mengemukakan argumennya. “Jika suamiku mati, dirinya tetaplah suamiku. & aku bisa dinikahi oleh pria lain yg nanti jadi suamiku atau terus menjanda. Demikian juga dgn anak. Dirinya akan terus anakku & saya berpeluang mempunyai anak dari orang lain.”

“Namun,” terang si perempuan, “sahabat amatlah tidak sama. Mereka amat bermakna. Tak gampang mendapatkan sahabat yg setia.”

Mendengar alasan cerdas si perempuan, Hajjaj bin Yusuf pula mengampuni ke-3 pelaku itu. Karena kecerdasan sang perempuan, suami & anaknya terbebas dari hukuman mati yg sudah di depan mata.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah] 


Sumber: http://kisahikmah.com/kisah-istri-cerdas-yang-selamatkan-suami-dan-anaknya-dari-hukuman-mati/
http://www.akhlakquran.com/2015/12/kisah-nyata-seorang-istri-yang-mampu.html

Subhanallah ...!!! Ibu Seorang Pendeta, Tapi Anak Ini Memilih Menjadi Penghafal Al Quran

Hidayah ialah murni hak Allah. Sbg manusia kita wajib utk menjemputnya. Ialah Jafar, salah satu anakyg mendapat hidayah Allah. Anak belia ini mendapat hidayah masuk Islam. Padahal Ibunya seorangpendeta lulusan Sekolah Ortodoks Yerussalem. Palestina. 
 

Dia mempunyai koleksi kitab injil thn 1958. Dirinya rajin membaca, mengoleksi buku, mengkaji kitab. Kelas 1-6 SD mengkaji khusus kitab oleh pendeta & ibunya sendiri. Dirinya amat sangat fasihmemaparkan falsafah berkenaan Trinitas, komplit dgn ayat-ayatnya. 

Saat Inidia jadi penghafal Al Quran. Tiga th terakhir dirinya konsentrasi mengkaji Al-Qur’an. Hafalannya sekarang ini sudah 20 juz. Dirinya tetap Cinta ibunya. dia berasal dari Makale, Tana Toraja. Anak berparas tampan itu kini sekolah di Sekolah Penghafal Darul Istiqamah, Macopa, Maros. 

Berita baik tersebut diupload di media sosial oleh akun bernama Ismawan as. Jelas saja, info itumembuat pengguna media maya ikut bersuara. 

“Cara berdakwah dirinya pun sudah sangat baik.. senantiasa menjadi inspirasi bagi santri lain,” kata Andi Tenri Ewa. 

“Subhanallah. Wah hebat & salut meskipun tak lagi seiman bersama ibunya tetap masihlahmenghargainya,” papar Anita Ruhama.(ri

Masya Allah....

Sumber: http://www.thesocialtrending.com/2015/12/ibu-seorang-pendeta-bocah-ganteng-ini.html

SUmber:http://www.akhlakquran.com/2015/12/masya-allah-ibu-seorang-pendeta-anak.html